Selasa, 28 Mei 2013

BIOGRAFI SYEIKH IBNU ATHA'ILLAH AS-SAKANDARI

Syeikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari (w. 1309 M) hidup di Mesir di masa kekuasaan Dinasti Mameluk. Ia lahir di kota Alexandria (Iskandariyah), lalu pindah ke Kairo. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu. Di kota inilah ia menghabiskan hidupnya dengan mengajar fikih mazhab Imam Maliki di berbagai lembaga intelektual, antara lain Masjid Al-Azhar. Di waktu yang sama dia juga dikenal luas dibidang tasawuf sebagai seorang “master” (syeikh) besar ketiga di lingkungan tarekat sufi Syadziliyah ini.

----------------------------------------------

Sejak kecil, Ibnu Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan Al-Syadzili, pendiri tarikat Al-Syadzili. Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai Mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarikat Al-Syadzili.


 tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibn Ibad ar Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibn Ajiba.


Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath al-Tadbir, ‘Unwan at-Taufiq fi’dab al-Thariq, miftah al-Falah dan al-Qaul al-Mujarrad fil al-Ism al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syaikhul Islam ibn Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibn Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara ibn ‘Athaillah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.


Ibn ‘Athaillah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.


Ia dikenal sebagai master atau syaikh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah yang pendirinya Abu al Hasan Asy Syadzili dan penerusnya, Abu Al Abbas Al Mursi. Dan Ibn ‘Athillah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat syadziliah tetap terpelihara.


Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarekat saja. Buku-buku ibn Athaillah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al Hikam yang melegenda ini.


Pengarang kitab al-Hikam yang cukup populer di negeri kita ini adalah Tajuddin, Abu al-Fadl, Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Karim bin Atho’ al-Sakandari al-Judzami al-Maliki al-Syadzili. Ia berasal dari bangsa Arab. Nenek moyangnya berasal dari Judzam yaitu salah satu Kabilah Kahlan yang berujung pada Bani Ya’rib bin Qohton, bangsa Arab yang terkenal dengan Arab al-Aa’ribah. Kota Iskandariah merupakan kota kelahiran sufi besar ini. Suatu tempat di mana keluarganya tinggal dan kakeknya mengajar. Kendatipun namanya hingga kini demikian harum, namun kapan sufi agung ini dilahirkan tidak ada catatan yang tegas. Dengan menelisik jalan hidupnya DR. Taftazani bisa menengarai bahwa ia dilahirkan sekitar tahun 658 sampai 679 H.


Ayahnya termasuk semasa dengan Syaikh Abu al-Hasan al-Syadili -pendiri Thariqah al-Syadziliyyah-sebagaimana diceritakan Ibnu Atho’ dalam kitabnya “Lathoiful Minan “ : “Ayahku bercerita kepadaku, suatu ketika aku menghadap Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, lalu aku mendengar beliau mengatakan: “Demi Allah… kalian telah menanyai aku tentang suatu masalah yang tidak aku ketahui jawabannya, lalu aku temukan jawabannya tertulis pada pena, tikar dan dinding”.


Keluarga Ibnu Atho’ adalah keluarga yang terdidik dalam lingkungan agama, kakek dari jalur nasab ayahnya adalah seorang ulama fiqih pada masanya. Tajuddin remaja sudah belajar pada ulama tingkat tinggi di Iskandariah seperti al-Faqih Nasiruddin al-Mimbar al-Judzami. Kota Iskandariah pada masa Ibnu Atho’ memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, karena Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqih, hadits, usul, dan ilmu-ilmu bahasa Arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh tasawwuf dan para Auliya’ Sholihin


Oleh karena itu tidak mengherankan bila Ibnu Atho’illah tumbuh sebagai seorang faqih, sebagaimana harapan dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus berlanjt sampai pada tingkatan tasawuf. Hal mana membuat kakeknya secara terang-terangan tidak menyukainya.

Ibnu Atho’ menceritakan dalam kitabnya “Lathoiful minan” : “Bahwa kakeknya adalah seorang yang tidak setuju dengan tasawwuf, tapi mereka sabar akan serangan dari kakeknya. Di sinilah guru Ibnu Atho’ yaitu Abul Abbas al-Mursy mengatakan: “Kalau anak dari seorang alim fiqih Iskandariah (Ibnu Atho’illah) datang ke sini, tolong beritahu aku”, 

... dan ketika aku datang, al-Mursi mengatakan: “Malaikat jibril telah datang kepada Nabi bersama dengan malaikat penjaga gunung ketika orang quraisy tidak percaya pada Nabi. Malaikat penjaga gunung lalu menyalami Nabi dan mengatakan: ” Wahai Muhammad.. kalau engkau mau, maka aku akan timpakan dua gunung pada mereka”. Dengan bijak Nabi mengatakan : ” Tidak… aku mengharap agar kelak akan keluar orang-orang yang bertauhid dan tidak musyrik dari mereka”. Begitu juga, kita harus sabar akan sikap kakek yang alim fiqih (kakek Ibnu Atho’illah) demi orang yang alim fiqih ini”. 

----------------------------------------------

Pada akhirnya Ibn Atho’ memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar. Namun menarik juga perjalanan hidupnya, dari didikan yang murni fiqh sampai bisa memadukan fiqh dan tasawuf. Oleh karena itu buku-buku biografi menyebutkan riwayat hidup Atho’illah menjadi tiga masa:

Masa pertama

Masa ini dimulai ketika ia tinggal di Iskandariah sebagai pencari ilmu agama seperti tafsir, hadits, fiqih, usul, nahwu dan lain-lain dari para alim ulama di Iskandariah. Pada periode itu beliau terpengaruh pemikiran-pemikiran kakeknya yang mengingkari para ahli tasawwuf karena kefanatikannya pada ilmu fiqih, dalam hal ini Ibnu Atho’illah bercerita: “Dulu aku adalah termasuk orang yang mengingkari Abu al-Abbas al-Mursi, yaitu sebelum aku menjadi murid beliau”. Pendapat saya waktu itu bahwa yaang ada hanya ulama ahli dzahir, tapi mereka (ahli tasawwuf) mengklaim adanya hal-hal yang besar, sementara dzahir syariat menentangnya”.

Masa kedua

Masa ini merupakan masa paling penting dalam kehidupan sang guru pemburu kejernihan hati ini. Masa ini dimulai semenjak ia bertemu dengan gurunya, Abu al-Abbas al-Mursi, tahun 674 H, dan berakhir dengan kepindahannya ke Kairo. Dalam masa ini sirnalah keingkarannya ulama’ tasawwuf. Ketika bertemu dengan al-Mursi, ia jatuh kagum dan simpati. Akhirnya ia mengambil Thariqah langsung dari gurunya ini.

Ada cerita menarik mengapa ia beranjak memilih dunia tasawuf ini. Suatu ketika Ibn Atho’ mengalami goncangan batin, jiwanya tertekan. Dia bertanya-tanya dalam hatinya : 


“apakah semestinya aku membenci tasawuf. Apakah suatu yang benar kalau aku tidak menyukai Abul Abbas al-Mursi ?. setelah lama aku merenung, mencerna akhirnya aku beranikan diriku untuk mendekatnya, melihat siapa al-Mursi sesungguhnya, apa yang ia ajarkan sejatinya. Kalau memang ia orang baik dan benar maka semuanya akan kelihatan. Kalau tidak demikian halnya biarlah ini menjadi jalan hidupku yang tidak bisa sejalan dengan tasawuf.
Lalu aku datang ke majlisnya. Aku mendengar, menyimak ceramahnya dengan tekun tentang masalah-masalah syara’. Tentang kewajiban, keutamaan dan sebagainya. Di sini jelas semua bahwa ternyat al-Mursi yang kelak menjadi guru sejatiku ini mengambil ilmu langsung dari Tuhan. Dan segala puji bagi Allah, Dia telah menghilangkan rasa bimbang yang ada dalam hatiku”.

Maka demikianlah, ketika ia sudah mencicipi manisnya tasawuf hatinya semakin tertambat untuk masuk ke dalam dan lebih dalam lagi. Sampai-sampai ia punya dugaan tidak akan bisa menjadi seorang sufi sejati kecuali dengan masuk ke dunia itu secara total, menghabiskan seluruh waktunya untuk sang guru dan meningalkan aktivitas lain. Namun demikian ia tidak berani memutuskan keinginannya itu kecuali setelah mendapatkan izin dari sang guru al-Mursi.

Dalam hal ini Ibn Athoilah menceritakan : 


“Aku menghadap guruku al-Mursi, dan dalam hatiku ada keinginan untuk meninggalkan ilmu dzahir.
Belum sempat aku mengutarakan apa yang terbersit dalam hatiku ini tiba-tiba beliau mengatakan : “Di kota Qous aku mempunyai kawan namanya Ibnu Naasyi’.
Dulu dia adalah pengajar di Qous dan sebagai wakil penguasa. Dia merasakan sedikit manisnya tariqah kita. Kemudian ia menghadapku dan berkata : “Tuanku… apakah sebaiknya aku meninggalkan tugasku sekarang ini dan berkhidmat saja pada tuan?”.
Aku memandangnya sebentar kemudian aku katakan : “Tidak demikian itu tariqah kita. Tetaplah dengan kedudukan yang sudah di tentukan Allah padamu. Apa yang menjadi garis tanganmu akan sampai padamu juga”.

Setelah bercerita semacam itu yang sebetulnya adalah nasehat untuk diriku beliau berkata: “Beginilah keadaan orang-orang al-Siddiqiyyin. Mereka sama sekali tidak keluar dari suatu kedudukan yang sudah ditentukan Allah sampai Dia sendiri yang mengeluarkan mereka”. Mendengar uraian panjang lebar semacam itu aku tersadar dan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dan alhamdulillah Allah telah menghapus angan kebimbangan yang ada dalam hatiku, sepertinya aku baru saja melepas pakaianku. Aku pun rela tenang dengan kedudukan yang diberikan oleh Allah”.

Masa ketiga

Masa ini dimulai semenjak kepindahan Ibn Atho’ dari Iskandariah ke Kairo. Dan berakhir dengan kepindahannya ke haribaan Yang Maha Asih pada tahun 709 H. Masa ini adalah masa kematangan dan kesempurnaan Ibnu Atho’illah dalam ilmu fiqih dan ilmu tasawwuf. Ia membedakan antara Uzlah dan kholwah. Uzlah menurutnya adalah pemutusan (hubungan) maknawi bukan hakiki, lahir dengan makhluk, yaitu dengan cara si Salik (orang yang uzlah) selalu mengontrol dirinya dan menjaganya dari perdaya dunia. Ketika seorang sufi sudah mantap dengan uzlah-nya dan nyaman dengan kesendiriannya ia memasuki tahapan khalwah. Dan khalwah dipahami dengan suatu cara menuju rahasia Tuhan, kholwah adalah perendahan diri dihadapan Allah dan pemutusan hubungan dengan selain Allah SWT.

Menurut Ibnu Atho’illah, ruangan yang bagus untuk ber-khalwah adalah yang tingginya, setinggi orang yang berkhalwat tersebut. Panjangnya sepanjang ia sujud. Luasnya seluas tempat duduknya. Ruangan itu tidak ada lubang untuk masuknya cahaya matahari, jauh dari keramaian, pintunya rapat, dan tidak ada dalam rumah yang banyak penghuninya. Ibnu Atho’illah sepeninggal gurunya Abu al-Abbas al-Mursi tahum 686 H, menjadi penggantinya dalam mengembangkan Tariqah Syadziliah. Tugas ini ia emban di samping tugas mengajar di kota Iskandariah. Maka ketika pindah ke Kairo, ia bertugas mengajar dan ceramah di Masjid al-Azhar.


Ibnu Hajar berkata: 
“Ibnu Atho’illah berceramah di Azhar dengan tema yang menenangkan hati dan memadukan perkatan-perkatan orang kebanyakan dengan riwayat-riwayat dari salafus soleh, juga berbagai macam ilmu. Maka tidak heran kalau pengikutnya berjubel dan beliau menjadi simbol kebaikan”. 

Hal senada diucapkan oleh Ibnu Tagri Baradi : 

“Ibnu Atho’illah adalah orang yang sholeh, berbicara di atas kursi Azhar, dan dihadiri oleh hadirin yang banyak sekali. Ceramahnya sangat mengena dalam hati. Dia mempunyai pengetahuan yang dalam akan perkataan ahli hakekat dan orang orang ahli tariqah”. 

Termasuk tempat mengajar beliau adalah Madrasah al-Mansuriah di Hay al-Shoghoh. Beliau mempunyai banyak anak didik yang menjadi seorang ahli fiqih dan tasawwuf, seperti Imam Taqiyyuddin al-Subki, ayah Tajuddin al-Subki, pengarang kitab “Tobaqoh al-syafi’iyyah al-Kubro”.

----------------------------------------------

Karya.

Sebagai seoarang sufi yang alim Ibn Atho’ meninggalkan banyak karangan sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq, falsafah sampai khitobah.
Kitabnya yang paling masyhur sehingga telah menjadi terkenal di seluruh dunia Islam ialah kitabnya yang bernama Hikam, yang telah diberikan komentar oleh beberapa orang ulama di kemudian hari dan yang juga telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing lain, termasuklah bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.


Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath Al-Tadbir, Unwan At-Taufiq fi’dab Al-Thariq, Miftah Al-Falah dan Al-Qaul Al-Mujarrad fil Al-Ism Al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syekhul Islam ibnu Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. 

Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibnu Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara Ibnu Atha'illah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.

Ibnu Atha'illah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.


----------------------------------------------

Al-Hikam Ibnu 'Ataillah

Kitab ini dikenali juga dengan nama al-Hikam al-Ata’illah untuk membezakannya daripada kitab-kitab lain yang juga berjudul Hikam.

Syekh Ibnu Atha’illah menghadirkan Kitab Al-Hikam dengan sandaran utama pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Guru besar spiritualisme ini menyalakan pelita untuk menjadi penerang bagi setiap salik, menunjukkan segala aral yang ada di setiap kelokan jalan, agar kita semua selamat menempuhnya.

Kitab Al-Hikam merupakan ciri khas pemikiran Ibnu Atha’illah, khususnya dalam paradigma tasawuf. Di antara para tokoh sufi yang lain seperti Al-Hallaj, Ibnul Arabi, Abu Husen An-Nuri, dan para tokoh sufisme falsafi yang lainnya, kedudukan pemikiran Ibnu Atha’illah bukan sekedar bercorak tasawuf falsafi yang mengedepankan teologi. Tetapi diimbangi dengan unsur-unsur pengamalan ibadah dan suluk, artinya di antara syari’at, tarikat dan hakikat ditempuh  dengan cara metodis. Corak Pemikiran Ibnu Atha’illah dalam bidang tasawuf sangat berbeda dengan para tokoh sufi lainnya. Ia lebih menekankan nilai tasawuf  pada ma’rifat. 

Adapun pemikiran-pemikiran tarikat tersebut adalah: 


Pertama, tidak dianjurkan kepada para muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan,  dan kendaraan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah dan mengenal rahmat Illahi.  
"Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur. Dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya," kata Ibnu Atha'illah.
Kedua, tidak mengabaikan penerapan syari’at Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hampir searah dengan Al-Ghazali, yakni suatu tasawuf yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengarah kepada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs), serta pembinaan moral (akhlak), suatu nilai tasawuf yang dikenal cukup moderat.
Ketiga,  zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati selain daripada Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. "Semua itu hanyalah permainan (al-la’b) dan senda gurau (al-lahwu) yang akan melupakan Allah. Dunia semacam inilah yang dibenci kaum sufi," ujarnya.
Keempat,  tidak ada halangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Seorang salik boleh mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia. Seorang salik, kata Atha'illah, tidak bersedih ketika kehilangan harta benda dan tidak dimabuk kesenangan ketika mendapatkan harta.
Kelima, berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik. 
Keenam, tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Atha'illah, tasawuf memiliki empat aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sunguh-sungguh.

Ketujuh, dalam kaitannya dengan ma’rifat Al-Syadzili, ia berpendapat bahwa ma’rifat adalah salah satu tujuan dari tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan; mawahib, yaitu Tuhan memberikannya tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut; dan makasib, yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhah, dzikir, wudhu, puasa ,sahalat sunnah dan amal shalih lainnya.

----------------------------------------------


Karomah Ibn Athoillah

Al-Munawi dalam kitabnya “Al-Kawakib al-durriyyah mengatakan: “Syaikh Kamal Ibnu Humam ketika ziarah ke makam wali besar ini membaca Surat Hud sampai pada ayat yang artinya: “Diantara mereka ada yang celaka dan bahagia…”. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam liang kubur Ibn Athoillah dengan keras: “Wahai Kamal… tidak ada diantara kita yang celaka”. Demi menyaksikan karomah agung seperti ini Ibnu Humam berwasiat supaya dimakamkan dekat dengan Ibnu Atho’illah ketika meninggal kelak.

Di antara karomah pengarang kitab al-Hikam adalah, suatu ketika salah satu murid beliau berangkat haji. Di sana si murid itu melihat Ibn Athoillah sedang thawaf. Dia juga melihat sang guru ada di belakang maqam Ibrahim, di Mas’aa dan Arafah. Ketika pulang, dia bertanya pada teman-temannya apakah sang guru pergi haji atau tidak. Si murid langsung terperanjat ketiak mendengar teman-temannya menjawab “Tidak”. 

Kurang puas dengan jawaban mereka, dia menghadap sang guru. Kemudian pembimbing spiritual ini bertanya : “Siapa saja yang kamu temui ?” lalu si murid menjawab : “Tuanku… saya melihat tuanku di sana “. Dengan tersenyum al-arif billah ini menerangkan : “Orang besar itu bisa memenuhi dunia. Seandainya saja Wali Qutb di panggil dari liang tanah, dia pasti menjawabnya”.


----------------------------------------------

Wafat

Tahun 709 H adalah tahun kemalangan dunia maya ini. Karena tahun tersebut wali besar yang tetap abadi nama dan kebaikannya ini harus beralih ke alam barzah, lebih mendekat pada Sang Pencipta. Namun demikian madrasah al-Mansuriyyah cukup beruntung karena di situlah jasad mulianya berpisah dengan sang nyawa. Ribuan pelayat dari Kairo dan sekitarnya mengiring kekasih Allah ini untuk dimakamkan di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro.





dikutip dari : http://tasawuf.blog.com/2010/04/syekh-ibnu-athaillah/




Isnin, 20 Jun 2011

Amalan terakhir penentu nasib di Akhirat



   Daripada Abu Abdul Rahman Abdullah ibn Mas'ud r.a. beliau berkata: Rasulullah SAW telah bersabda, dan Baginda adalah seorang yang benar lagi dibenarkan (iaitu dipercayai): Sesungguhnya setiap orang di kalangan kamu dihimpunkan kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari berupa air mani, kemudian menjadi segumpal darah selama tempoh yang sama, kemudian menjadi seketul daging selama tempoh yang sama, kemudian dikirimkan kepadanya seorang malaikat lalu dia menghembuskan padanya ruh dan dia diperintahkan dengan 4 kalimat; iaitu supaya menulis rezekinya, ajalnya, amalannya dan adakah dia celaka atau bahagia. Demi Allah Yang tiada Tuhan melainkanNya, sesungguhnya salah seorang dari kalangan kamu akan beramal dengan amalan ahli syurga, sehingga jarak antaranya dan syurga tidak lebih dari sehasta, lalu dia didahului oleh ketentuan tulisan kitab lantas dia mengerjakan amalan ahli neraka lalu dia memasuki neraka. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalangan kamu akan beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antaranya dengan neraka tidak lebih dari sehasta, lalu dia didahului oleh ketentuan tulisan kitab lantas dia mengerjakan amalan ahli syurga lalu dia memasuki syurga.

(Hadis riwayat al-lmam al-Bukhari dan al-lmam Muslim )

Kefahaman Hadis :

1) Peringkat Pertumbuhan Janin Dalam Rahim : Ayat-ayat yang berkaitan dengannya (Al-Haj : 5) (Al- Mu’minun :12-14)
Hikmat di sebalik kejadian berperingkat-peringkat : Sebagai pengajaran kepada manusia … untuk mencapai tahap kesempurnaan ma’nawi mestilah melalui cara ((tadarruj)) beransur-ansur tidak gopoh atau gelojoh.

2) Ditiup Ruh :
Sepakat ulama’ menyatakan bahawa ruh ditiup pada janin selepas 120 hari disenyawakan.
Hikmat bagi perempuan yang kematian suami, baginya iddah selama empat bulan sepuluh hari … bagi menjamin kesucian rahimnya(tak mengandung).

3) Menggugurkan Janin :
Sepakat ulama’ menyatakan haram (setelah ditiupkan ruh) - dikira sebagai jenayah dan wajib membayar diat (denda) bila digugurkan, sekalipun mati selepas itu. Gugurkan sebelum ditiupkan ruh - juga haram pada kebanyakan pendapat. 

4) Keluasan Ilmu Allah
Allah Maha mengetahui keadaan-keadaan makhluk sebelum dijadikan sama ada iman dan taat atau kufur dan maksiat, bahagia atau derita semua dalam pengetahuannya. Ilmu Allah tidak menghalang manusia dari berikhtiar (Al- Syams: 7-10).

Pengajaran hadis:

Kejadian manusia yang unik menunjukkan kekuasaan Allah SWT mencipta makhlukNya, seterusnya menjadi dalil bahawa hanya Dialah Tuhan yang berhak disembah. Kejadian manusia mesti menjadi renungan manusia yang berakal, kerana kejadiannya yang teramat indah dan unik ini tiada tolok bandingnya - manusia tidak mampu mencipta manusia atau robot bernyawa dan berakal fikiran.

Proses kejadian manusia yang berperingkat-peringkat ini telah diceritakan oleh lslam melalui al-Qur'an dan hadis Nabi semenjak 14 kurun lampau, tetapi manusia baru benar-benar arif tentang proses ini di zaman kemajuan sains. lni adalah bukti yang jelas bahawa Allah SWT yang mencipta makhluk ini, Dia jugalah yang Maha mengetahui rahsia kejadian mereka.

Empat ketentuan hidup manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT semenjak dia belum lahir ke bumi :: rezekinya, ajal kematiannya, amalannya dan nasibnya sama ada dia akan menjadi seorang yang susah atau senang.

Amalan terakhir manusia adalah faktor penentu kepada nasibnya yang kekal abadi di akhirat. Boleh jadi dia sangat baik si sepanjang hayat - tetapi di saat terakhir dia melakukan perbuatan ahli neraka, iaitu maksiat lalu dia mati dan mendapat balasan neraka. Begitulah sebaliknya.


Selasa, 5 April 2011

Sunat Menyegerakan Solat 'Asar dan keutamaannya

     
     Beberapa Hadis Nabi s.a.w.(Sahih Muslim) berkenaan dengan kepentingan menyegerakan Solat 'Asar ...


     Dari Anas bin Malik r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. solat 'asar, sedang matahari masih tinggi dan udara masih panas. Kemudian ada seorang pergi ke puncak yang tinggi, sampai dia di sana matahari masih tinggi.
     Dari Al 'ala' bin 'Abdur Rahman r.a., katanya dia bertemu dengan Anas bin Malik di rumah Anas di Basrah, setelah selesai solat zohor. Rumah Anas berada di sebelah masjid. Ketika kami masuk ke rumahnya dia bertanya: "Sudah solat 'asar kah kamu?" Jawab kami ,"Baru saja sebentar ini kami selesai solat zohor." berkata Anas:" kerjakan lah solat 'Asar." Lalu kami pun solat, sesudah selesai solat, lalu dia berkata, katanya: " Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: " Yang demikian itu solat orang munafik, ditunggu-tunggunya matahari berada di antara dua tanduk syaitan, barulah dia solat empat raka'at dengan tergesa-gesa tanpa mengingati Allah dalam solat nya melainkan sedikit sekali."
     Dari Abu Umamah bin Sahal katanya: "Kami solat zohor berjema'ah bersama-sama dengan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz. Setelah selesai solat kami kami pergi ke rumah Anas bin Malik, kami dapati dia sedang solat 'Asar, aku bertanya, "Paman baru selesai solat apa?" Jawabnya, "Solat 'Asar, beginilah solat Rasulullah s.a.w. yang sentiasa kami lakukan bersama-sama dengan beliau ( iaitu pada awal waktu )."
     Dari Anas bin Malik r.a. katanya: "Kami solat "Asar bersama-sama dengan Rasulullah s.a.w.. Setelah selesai solat, tiba-tiba datang seorang lelaki Bani salimah, lalu dia berkata, "Ya Rasulullah ! kami hendak menyembelih unta, kami berharap semoga anda sudi menghadirinya." Jawab Rasulullah, "baiklah. !" lalu beliau pergi dan kami pun pergi bersama-sama beliau, kami dapati unta itu belum dipotong, setelah disembelih, lalu dipotong-potong , dimasak sebahagiannya dan kami sempat makan sebelum matahari terbenam."

     Dari Ibnu 'Umar r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang yang ketinggalan solat 'Asar sama halnya kehilangan keluarga dan harta bendanya."


     Dari 'Ali r.a. katanya: " Ketika terjadi perang Ahzab, Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah memenuhi kubur dan rumah mereka (orang-orang kafir Quraisy) dengan api, kerana mereka menghalangi kami solat 'Asar sampai matahari terbenam."

     Semua Hadis-hadis diatas adalah petikan dari Kitab Hadis Sahih Muslim ,semoga dengan perkongsian ilmu ini dapat mendatangkan manfaat dan kebaikkan untuk kita semua ...amin


Isnin, 4 April 2011

Mari Sejenak Berbicara Tentang Zodiak

gambar hiasan
Ramalan Anda minggu ini:
Zodiak: Aquarius
Pekerjaan: Mulai menjalankan pekerjaan yang tertunda.
Asmara: Patah semangat dan jenuh.
Keuangan: Rezeki yang diperoleh ternyata tidak sebanding dengan usaha yang anda lakukan.
Saudara seislam ku yang semoga dicintai oleh Allah, tulisan di atas sama sekali bukan bermaksud untuk menjadikan ruangan ini sebagai ruangan ramalan bintang, akan tetapi tulisan di atas merupakan kutipan dari sebuah website yang berisi tentang ramalan-ramalan nasib seseorang berdasarkan zodiak. Ya, ramalan zodiak atau yang biasa dikenal dengan ramalan bintang sudah menjadi “gaya hidup” modern anak muda sekarang. Terlebih khusus lagi bagi para pemudi (bahkan muslimah). Namun, alangkah baiknya apabila kita meninjau ramalan bintang ini berdasarkan syariat islam.

Ramalan Bintang Termasuk Ilmu Nujum/Perbintangan
Zodiak adalah tanda bintang seseorang yang didasarkan pada posisi matahari terhadap rasi bintang ketika orang tersebut dilahirkan. Zodiak yang dikenal sebagai lambang astrologi terdiri dari 12 rasi bintang (Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricorn, Aquarius dan Pisces). Zodiak ini biasa digunakan sebagai ramalan nasib seseorang, yaitu suatu ramalan yang didasarkan pada kedudukan benda-benda tata surya di dalam zodiak (disarikan dari website Wikipedia). Dalam islam, zodiak termasuk ke dalam ilmu nujum/Perbintangan.
Ramalan Bintang Adalah Sihir
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang mempelajari ilmu nujum berarti ia telah mempelajari cabang dari ilmu sihir, apabila bertambah ilmu nujumnya maka bertambah pulalah ilmu sihirnya.” (HR Ahmad dengan sanad hasan). Hadits ini dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa ilmu nujum (yang termasuk dalam hal ini adalah ramalan bintang) merupakan bagian dari sihir. Bahkan Rasulullah menyatakan bahwa apabila ilmu nujumnya itu bertambah, maka hal ini berarti bertambah pula ilmu sihir yang dipelajari orang tersebut. Sedangkan hukum sihir itu sendiri adalah haram dan termasuk kekafiran, sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (Qs. Al Baqarah: 102)
Ramalan Bintang = Mengetahui Hal yang Gaib
Seseorang yang mempercayai ramalan bintang, secara langsung maupun tidak langsung menyatakan bahwa ada zat selain Allah yang mengetahui perkara gaib. Padahal Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa tidak ada yang mengetahui perkara yang gaib kecuali Dia. Allah berfirman yang artinya: “Katakanlah: Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (Qs. An Naml: 65). Dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi besok, sebagaimana firmanNya yang artinya “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Luqman: 34). Klaim bahwa ada yang mengetahui ilmu gaib selain Allah adalah kekafiran yang mengeluarkan dari islam.
Ramalan Bintang = Ramalan Dukun
Setiap orang yang menyatakan bahwa ia mengetahui hal yang gaib, maka pada hakikatnya ia adalah dukun. Baik dia itu tukang ramal, paranormal, ahli nujum dan lain-lain. (Mutiara Faidah Kitab Tauhid, Ust Abu Isa Hafizhohullah) Oleh karena itu, ramalan yang didapatkan melalui zodiak sama saja dengan ramalan dukun. Hukum membaca ramalan bintang disamakan dengan hukum mendatangi dukun. (Kesimpulan dari penjelasan Syeikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh dalam kitab At-Tamhid).
Hukum Membaca Ramalan Bintang
Orang yang membaca ramalan bintang/zodiak baik itu di majalah, di akhbar, website, melihat di TV ataupun mendengarnya di radio memiliki rincian hukum seperti hukum orang yang mendatangi dukun, yaitu sebagai berikut:
Jika ia membaca zodiak, meskipun ia tidak membenarkan ramalan tersebut. maka hukumnya adalah haram, sholatnya tidak diterima selama 40 hari. Dalilnya adalah“Barangsiapa yang mendatangi peramal, lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim)
Jika ia membaca zodiak kemudian membenarkan ramalan zodiak tersebut, maka ia telah kufur terhadap ajaran Muhammad Shallahu alaihi wasallam. Rasulullah bersabda “Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka ia telah kufur dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallahu alaihi wasallam.” (Hadits sahih Riwayat Imam Ahmad dan Hakim).
Jika ia membaca zodiak dengan tujuan untuk dibantah, dijelaskan dan diingkari tentang kesyirikannya, maka hukumnya terkadang dituntut bahkan wajib. (disarikan dari kitabTamhid karya Syeikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh dan Qaulul Mufid karya Syeikh Utsaimin dengan sedikit perubahan).
Shio, Fengshui, dan Kartu Tarot
Di zaman modern sekarang ini tidak hanya zodiak yang digunakan sebagai sarana untuk meramal nasib. Seiring dengan berkembangnya zaman, ramalan-ramalan nasib dalam bentuk lain yang berasal dari luar pun mulai masuk ke dalam Indonesia. Di antara ramalan-ramalan modern impor lainnya yang berkembang dan marak di Indonesia adalah Shio, Fengshui (keduanya berasal dari Cina) dan kartu Tarot (yang berasal dari Italia dan masih sangat populer di Eropa). Kesemua hal ini hukumnya sama dengan ramalan zodiak.
Nasib Baik dan Nasib Buruk
Saudara seislam ku yang semoga dicintai oleh Allah, jika saudara  renungkan, maka sesungguhnya orang-orang yang mencari tahu ramalan nasib mereka, tidak lain dan tidak bukan dikarenakan mereka menginginkan nasib yang baik dan terhindar dari nasib yang buruk. Akan tetapi, satu hal yang perlu kita cam dan yakinkan di dalam hati-hati kita, bahwa segala hal yang baik dan buruk telah Allah takdirkan 50 ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi, sebagaimana Nabi bersabda “Allah telah menuliskan takdir seluruh makhluk 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim). Hanya Allah yang tahu nasib kita. Yang dapat kita lakukan adalah berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan hal yang baik dan terhindar dari hal yang buruk, selebihnya kita serahkan semua hanya kepada Allah. Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Qs. Ath Thalaq: 3). Terakhir, ingatlah, bahwa semua yang Allah tentukan bagi kita adalah baik meskipun di mata kita hal tersebut adalah buruk. Allah berfirman yang artinya “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 216). Berbaik sangkalah kepada Allah bahwa apabila kita mendapatkan suatu hal yang buruk, maka pasti ada kebaikan dan hikmah di balik itu semua. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih dan Maha Adil terhadap hamba-hambaNya.



Sabtu, 2 April 2011

Kelebihan Zikir (mengingati Allah)


     Abu Musa r.a. memberitakan bahawa Baginda Rasulullah s.a.w. bersabda : " Jika sekiranya orang yang mempunyai wang yang banyak lalu membahagi-bahagikan (kerana Allah) dan seorang lagi sedang sibuk berzikir , maka yang berzikir itu lebih utama (dari orang yang membelanjakan wangnya kepada jalan Allah."
     Sungguhpun membelanjakan harta pada jalan Allah adalah satu amalan yang terafdhal sekali namun zikrullah itu lebih utama lagi jika dibandingkan dengannya.
     Alangkah berbahagianya para hartawan yang membelanjakan harta kekayaannya pada jalan Allah s.w.t. dan disamping itu mendapat taufik pula untuk mengingati Allah s.w.t. Didalam sebuah hadis telah diberitakan bahawa Allah s.w.t. juga mensedekahkan (nikmat-nikmatNya) kepada hamba-hambaNya pada setiap hari dan mengurniakan sesuatu pada mereka menurut keadaan mereka itu. Namun begitu tidak ada kurniaan yang lebih besar daripada taufik untuk berzikir.
     Orang-orang yang sibuk dengan perniagaan, perdagangan, pertanian dan dengan pekerjaan masing-masing jika mereka melapangkan masa sedikit sebanyak maka sudah pasti mereka akan memperolehi keuntungan yang tidak terkira banyaknya. Melapangkan masa beberapa jam daripada 24 jam untuk menyelenggarakan amalan yang terpenting ini tidaklah menyukarkan. Masa yang tidak terbatas banyaknya yang dipergunakan untuk perbuatan yang sia-sia telah menjadi perkara lumrah. Jika dilapangkan masa sedikit untuk amalan yang terutama ini tidaklah memberatkan.
     Dilaporkan dalan sebuah hadis bahawa Baginda Rasulullah s.a.w. bersabda: " Sebaik-baik hamba Allah ialah yang sentiasa mengawasi peredaran bulan, matahari , bintang-bintang dan bayangan-bayangannya buat menentukan waktu untuk berzikir." Sungguhpun manusia dewasa ini menggunakan jam, taqwim dan lain-lainnya namun peredaran masa menerusi peredaran bulan dan matahari itu lebih manfaat. Jika sekiranya jam rosak atau waktunya tidak tepat maka boleh menggunakan taqwim syamsi tadi agar masa yang amat berharga itu jangan tersia-sia. Dalam sebuah hadis ada disebutkan bahawa jika seseorang yang berzikrullah dimana-mana bahagian dipermukaan bumi ini maka bahagian itu berbangga keatas tujuh petala bumi.





Apabila Kamu Menghadapi Kesusahan, Bermohonlah kepada Yang Maha Pemurah

  
      Apabila semua jalan terasa buntu oleh kamu , maka fikirkan lah janji Allah yang termaktub dalam Surah Al-Insyirah.
    Ibnu Al-Jauzi mengatakan: "Suatu urusan menghimpit ku sehingga membuat ku cemas dan gelisah berpanjangan. Aku terus berfikir mencari jalan penyelesaian dari kecelaruan itu dan melakukan bermacam-macam cara dan usaha. Tetapi aku tidak menemui satu penyelesaian pun untuk keluar daripadanya, hingga aku menemui sepotong ayat yang menawarkan kepada ku, ayat itu berbunyi :

Maksudnya: "Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya."
( Surah at-Thalaq, ayat 2 )

     Setelah itu aku sedar bahawa ketakwaan adalah satu-satunya jalan keluar dari kebingungan. Itulah sebabnya aku berusaha meningkatkan ketakwaan ku, maka aku pun menemui jalan keluarnya.
     Menurut pendapat ku, takwa menurut orang-orang yang berakal merupakan penyebab segala kebaikkan. Tidaklah sesekali terjadi seksaan, melainkan kerana dosa, dan tidak sesekali seksaan dihilangkan, melainkan kerana taubat. Kekeruhan, kesedihan dan kesengsaraan adalah merupakan balasan dari pelbagai perbuatan yang telah aku lakukan, seperti mengerjakan solat sambil lewa, mengumpat wanita muslimah, tidak mementingkan hijab, atau melakukan sesuatu yang diharamkan.
     Sesungguhnya, orang-orang yang menentang jalan Allah s.a.w. mesti membayar harga penentangannya itu dan menutupi kelalaiannya dengan melakukan ketaatan kepada-Nya. Yang menciptakan kebahagiaan itu adalah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bagaimana kamu memohon kebahagiaan kepada selain Allah s.w.t. ? Seandainya setiap orang memiliki ketaatan, maka tidak akan ada lagi orang-orang yang sedih dan sengsara di muka bumi ini.

sumber : kitab As'ad al-Mar'ah fi al-'Alam